RSS

Adat dan budaya. Kekuatan apa yang melatarbelakangi ke-EXIST-an mereka?

12 Oct

Apa yang akan aku sampaikan kali ini sebenarnya tidak terlalu berat karena kita setiap hari memang hidup di antaranya. Mungkin beberapa akan menganggapnya berat karena objek pembahasannya yang barat karena berhubungan dengan adat, budaya ataupun agama, oleh sebab itu aku akan mencoba menjelaskannya dengan bahasa yang sederhana@chandra__fa.

Tanpa kita sadari sebenarnya kita hidup di tengah kekuatan misterius yang terus mengatur setiap gerak kita. Tentunya satu-satunya kekuatan yang mampu melakukan itu dan di akui oleh masyarakat adalah kekuatan Tuhan YME, ALLAH SWT. Benarkan?

Tapi tunggu dulu, sebelum saya menjelaskan lebih lanjut aku juga akan menyampaikan sedikit sudut pandangku di awal agar kata-kataku selanjutnya tak terkesan kalau ‘aku mempercayai kekuatan lain selain kelautan Tuhan’. Bahwa pada dasarnya apa yang aku tulis ini juga karena aku percaya pada tuhan YME. Oh ya, tulisan ini adalah kesimpulan yang aku dapatkan sendiri dari pengalaman. Jadi ini bukan hasil copypaste. Jika ada yang ingin di diskusikan saya tunggu di kolom komentar atau @chandra__fa:)

Pertanyaan pertama adalah, adakah di antara kalian yang selalu mendengar pernyataan seperti ini “Jangan melakukan ini dan itu, pamali…” atau yang lain sejenisnya. Karena aku orang Jawa jadi aku akan memberikan contoh dari sudut pandang Jawa. Tapi aku yakin di adat dan budaya lain pasti juga ada hal seperti ini.

Aku adalah anak pertama, orang tua‒terutama ibu‒dan saudara-saudaraku sering mengingatkan bahwa akutidak boleh menikah dengan anak pertama atau ketiga, atau siapa pun dia yang rumahnya di arah tenggara dari rumahku, misalnya. Dan masih banyak peraturan lain yang di miliki adat/budaya Jawa.

Lalu apa yang terjadi jika aku melanggarnya? Ketika aku menanyakan itu pada orang tua dan saudara-saudaraku mereka malah marah. 😀 Katanya “pasti ada konsekuensinya, entah itu salah satu pasti ada yang meninggal atau kecelakaan dari keluarga yang bersangkutan”.

Lalu pertanyaanku selanjutnya adalah, Siapa yang akan membuat kita kecelakaan? Ada yang punya jawabannya? 😀

Tuhan?

Agamakutidak pernah memberi larangan seperti itu, jadi kalau aku menikah dengan anak pertama pun tentu Tuhan tak sampai menghukumku dan istri, bukan? Setuju nggak?

Pertanyaannya masih sama, jadi siapa yang mencelakakan mereka? 😀

Oh, tunggu, sepertinya ada di antara kalian yang skeptis setelah membaca sampai di sini. Karena apa yang ku sampaikan terlalu menunjukkan kalau aku juga mempercayai hal-hal seperti itu. Iya, kan?

Tapi percayalah, dirumah, Aku adalah orang yang paling menentang aturan itu. Sampai detik ini aku masih menganggap bahwa kejadian-kejadian yang menimpa para pelanggar aturan Jawa ini adalah kebetulan semata yang selalu di kait-kaitkan atau memang sudah takdir mereka.

Sampai suatu hari aku menemukan penjembatan masalah ini ketikaberdiskusi dengan orang tua sewaktu menghadiri ritual Jawa yang sedang berlangsung di rumah saudara. Nama ritualnya kalau tidak salah adalah ‘mbubak’ atau apalah, aku kurang paham.

Jadi inti ritual itu adalah di lakukan saat rumah itu mengadakan acara nikahan  yang pertama. Tujuannya agar pasangan yang menikah itu diberi kelancaran rezeki. Ada nasi tumpeng/buceng lengkap dengan segala lauk pauknya lalu ada yang memimpin doa.

Yang mengherankan, doanya adalah doa yang biasa orang Islam lafalkan, tapi sebelum itu ada komat-kamit bahasa Jawa juga sih. 😀 Jadi bisa di katakan bid’ah nggak sih ritual seperti ini? tanya ku sampai saat ini, tapi untuk masalah ini saya kurang tahu, mungkin juga karena inilah saya menolak. 😛

“Menurut sejarah, agama pertama yang di anut oleh orang Jawa adalah Hindu-Budha. Di agama itu memang ada ritual sajen seperti ini. Ketika agama Islam masuk, maka mau tak mau agama baru harus mengalah dan sedikit menyesuaikan dengan tradisi lama agar agama baru bisa lebih mudah di terima.” Kata bapakku menjelaskan.

‘Ah kalau itu sih aku juga tahu’, kataku dalam hati.

Obrolan berlanjut dengan debat yang cukup mengusik ketenangan di rumah saudaraku itu. Aku yang masih ngotot tak mau mengikuti ritual seperti itu di tentang oleh orang tuaku. Walaupun pandangannya sudah luas, tapi bapakku ini tetap ingin menjalankannya.

Sampai suatu kesimpulan muncul di otakku yang cukup encer ini 😀 ketika bapakku berkata “Sebagai orang Jawa kita tetap harus menjalankannya. Hal seperti ini adalah adat. Jika kita tak menjalankannya maka kita seperti akan mendapat hukuman etika dan moral dari masyarakat Jawa. Karena kita hidup di Jawa.”

Mendengarnya aku langsung teringat dengan 3 hal yang sepertinya bisa menjelaskan kenapa hal-hal buruk bisa menimpa orang-orang yang melanggar aturan Jawa atau adat lainnya ini.

Lalu apa saja mereka? Berikut ketiganya…

  1. Novel The Lost Symbol. Di novel ini ada salah satu tokoh bernama Katherine, dia adalah ilmuwan yang mempelajari ilmu Noetic. Singkatnya ilmu ini adalah ilmu yang mencoba menjembatani ilmu masa lalu dan masa kini dan mencoba mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan yang selama ini belum terjawab. Katherine pernah berkata dalam novel ini “Pikiran manusia dapat mempengaruhi dunia fisik.”Intinya,apa yang manusia pikirkan bisa menjadi kenyataan, apalagi jika banyak orang yang memusatkan pikiran itu secara bersamaan. Jika kalian ingin tahu lebih lanjut kenapa hal itu bisa terjadi berikut contoh lengkapnya, kalian bisa baca novelnya.
  2. Buku The Secret. Mungkin kita semua tahu apa inti dari buku ini. Doktrin utama yang disampaikannya adalah Law of Attraction atauHukum Tarik-menarik. Istilahnya adalah, ‘Apa yang kita pikirkan maka itu yang akan terjadi. ’Keren nggak tuh? Selama ini aku udahmikirin kekayaan tapi belum kaya-kaya juga. 😀 haha…
  3. Kitab Al-Quran. Nah, ayat ini yang menjadi dasarku untuk menguatkan teori ini. bisa di Lang ini adalah sumber utama tepercaya. :DDalam Al-Quran ada sebuah ayat yang mengatakan “Aku (Tuhan) adalah prasangka hambaku” (Maaf, ini aku lupa nama surat dan ayat berapa 😀 hehe). Mengenai ini dosen ku yang mengajar mata kuliah ‘Mistisme Islam’mengatakan bahwa ‘Jika kita berprasangka baik pada tuhan maka tuhan juga akan memberikan yang baik, begitu juga dengan sebaliknya.’

Ok, sampai di sini ada yang sudah bisa menarik kesimpulan?

Kalau kalian perhatikan, ada pola yang sama dari ketiganya. Yaitu; pikiran itu sendiri dan juga orang yang memikirkannya. Pikiran entah itu baik atau buruk akan selalu berefek sama pada dunia kenyataan. Dan jika semakin banyak orang yang memikirkan pikiran itu, maka hal yang dipikirkan itu akan semakin cepat menjadi kenyataan.

Nyambung, kan?

Mengingat ini sayajadi teringat dengan apa yang pernah guru ku katakan waktu SMA dulu. Jangan salah, guruku ini adalah guru spiritual dari guru-guru yang lain. Tapi kami‒murid-muridnya‒dan semua guru yang lain tidak memanggilnya Eyang Dubur kok 😀 haha…

Waktu itu aku sempat bertanya pada beliau tentang salah satu saudaraku yang akan menikah tapi tak mendapat restu karena terhalang larangan-larangan Jawa seperti di atas. Lalu beliau mengatakan bahwa “Tidak apa-apa mereka menikah, asalkan tidak di ramaikan (di pestakan). Cukup ijab saja dan undang keluarga dekat.”

Akhirnya saudaraku itu menikah hanya dengan ijab saja tanpa ada pesta. Intinya adalah jangan beri tahu orang-orang secara luas. Tapi ada satu yang membuatku sedih, yaitu, ayah dari saudaraku itu meninggal satu tahun kemudian. 😦

Aku sama sekali tak mengaitkannya dengan menikahnya saudaraku. Tapi ibu dari saudaraku ini menimpakan kesalahan pada anaknya. Jika dilihat dari segi medis, kata dokter, beliau meninggal karena tubuhnya sudah tidak kuat dengan konsumsi jamu yang berlebihan.

Ah, tapi semua masuk akal kan sekarang?

Sampai sekarang aku masih menganggap bahwa semua yang meninggal itu adalah takdir dan tak ada sangkut pautnya dengan pelanggaran aturan adat itu. Tapi yang ingin aku sampaikan bahwa, hukum adat bisa saja berjalan berdasarkan masyarakat yang mempercayai adat itu sendiri.

Contoh; aku anak pertama, aku menikah dengan anak pertama yang tentunya terlarang bagi orang Jawa. Lalu aku meramaikan/mengadakan pesta acara nikahan itu dengan mengundang banyak orang. Semua undangan tahu bahwa aku dan istriku adalah anak pertama. Lalu apa yang akan di pikirkan oleh para tamu undangan itu?

Tentu saja mereka akan berpikiran jelek pada keluarga ku. Tanpa sadar mereka akan mengutuk keluarga ku dengan mengatakan, “lihat saja, pasti akan ada korban di keluarga mereka”. Jika pikiran penuh kutukan itu dilemparkan oleh semua tamu undangan secara bersamaan, lalu apa yang akan terjadi pada keluargaku?

Jika ada yang bertanya maka akan ku jawab “Aku hanya berlindung pada sang maha pemberi dan pencabut nyawa. Aku percaya padanya dan aku serahkan hidup matiku padanya. Aku tak pernah takut dengan aturan Jawa itu.” Titik. Selesai urusan.

Sekarang kesimpulan aku serahkan pada kalian.

Sebagai tambahan dan sekedar untuk mengingatkan. Jika kalian dalam posisi seperti di atas, tidak ada salahnya kalian menjalankan ritual itu tapi dengan penuh kesadaran dan kalian bisa membedakan bahwa itu adalah adat budaya dan bukan merupakan kewajiban agama. OK?

Sekedar menjalankan adat untuk meneruskan budaya dan menjaganya, tidak ada salahnya,bukan? Kita sebagai penduduk dunia juga hanya bisa di kenal melalui budaya kita. Betul? Intinya kita harus bisa membedakan mana yang adat dan mana yang agama. Mana yang wajib dan mana yang sekedar menjalankan adat.

Berhati-hatilah… dan maaf jika terlalu panjang dan asyik bercerita. Semoga bermanfaat. Sekali lagi, jika ada yang ingin di sampaikan, apapun itu. Aku tunggu di kolom komentar atau di Twitter@chandra__fa. Semoga hari kalian menyenangkan J

 
2 Comments

Posted by on October 12, 2013 in Dunia Tulis

 

Tags: , , , , , , , , ,

2 responses to “Adat dan budaya. Kekuatan apa yang melatarbelakangi ke-EXIST-an mereka?

  1. affani

    October 13, 2013 at 9:21 pm

    aku suka ending nya heheheehehe nice job gan,…. wait for another posts

     
    • chandralight

      October 18, 2013 at 9:23 pm

      Terima kasih atas kunjungannya 🙂 hahaha

       

Leave a comment